Sabtu, 17 Agustus 2013

Hakekat Demokrasi dan PKS dalam Perang Opini





Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Inilah pengertian yang selama ini dikoar-koarkan, namun pada kenyataannya demokrasi tidaklah seperti itu. Hanya rakyat berkuasa (para elit, orang super kaya) yang dapat memiliki peran maksimal dalam demokrasi. Itulah yang terjadi dalam prakteknya. Karena kesalahan awal ada pada definisi, demokrasi bukan hanya ada pada pemerintahan. Percuma, itu kata tepat digunakan apabila membicarakan demokrasi hanya pada level politik pemerintahan. Demokrasi bukan hanya sekedar bentuk pemerintahan, tapi juga ekonomi. Demokrasi adalah sebuah bentuk distribusi hak yang pada masa lalu hanya tertumpuk pada elit. Untuk lebih mengerti hakekat demokrasi mari kita gunakan logika sederhana, karena sebenarnya ini sangat sederhana, tak serumit yang diceritakan buku.

Sistem kerajaan pada masa lalu hanya memberikan hak politik pada raja, dialah satu-satunya yang berhak memilih penggantinya yang akan memerintah seluruh kerajaan. Rakyat sama sekali tak dilibatkan, padahal rakyat terkena dampak dari keputusan yang diambil oleh raja. Dampaknya tak kecil, namun sangat besar dan menentukan kehidupan rakyat puluhan tahun ke depan. Karena itulah timbul ide untuk mendistribusikan hal politik yang tadinya hanya terkumpul pada tangan raja kepada seluruh rakyat kerajaan. Hal ini bertujuan supaya rakyat bisa ikut menentukan atau ikut berpartisipasi dalam hal yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupannya.Tentu raja tak begitu saja mau memberikannya, mirip seperti zaman reformasi, rakyat harus berjuang, berkeringat dan bahkan berdarah untuk merebut hak politik. Inilah revolusi Perancis, walaupun revolusi itu justru menghasilkan pemimpin kejam seperti Robespierre yang menghukum mati ribuan penduduk dengan guilontine. Memang tak semua revolusi berhasil sesuai keinginan.

Maka semangat awal dari demokrasi adalah rakyat harus memiliki hak untuk menentukan segala hal yang akan sangat mempengaruhi kehidupan mereka maka semboyan yang tepat adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tak perlu diberi embel-embel pemerintahan didepannya. Dengan pengertian ini maka demokrasi ada dalam segala bidang. Misal, bidang ekonomi. Selama ini terjadi pemusatan kekuatan ekonomi hanya pada segelintir orang padahal kekayaan itu didapat dari sektor pertambangan yang tanahnya adalah milik bersama seluruh rakyat Indonesia. Hal ini harus dirubah, sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Tak seharusnya terjadi penimbunan kekayaan rakyat hanya pada segelintir orang. Tanah, air udara dan kekayaan yang terkandung di dalamnya adalah mirip bersama seluruh rakyat Indonesia. Segala hak yang berkaitan dengan hal itu masuk ke dalam domain demokrasi.

Udara misalnya, disini juga terdapat monopoli. Hanya pemodal besar yang menguasai gelombang channel televisi. Sang pemodal menentukan semua yang akan ditampilkan dalam televisi dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari iklan. Tak perduli acara yang ditampilkan berbau mesum atau merusak kepribadian. Misal Olga yang banci menjadi idol bagi masyarakat terutama pemuda, maka pemuda kita akan memiliki kelakuan seperti Olga yang lebay, melambai dan suka berkata kasar. Lihatlah semua lagu mesum itu seperti cinta satu malam, mari bercinta, yang ditayangkan terus menerus. Semua itu memberi efek sangat besar dalam kehidupan masyarakat.
Dalam bidang inilah seharusnya demokrasi juga dimunculkan. Udara harus dibebaskan dari monopoli pemodal besar, yang sebenarnya memiliki sistem tak jauh berbeda dari sistem feodal yang hendak diruntuhkan dalam revolusi Perancis. Hak menguasai udara, air dan tanah harus didistribusikan, untuk menghondari konsentrasi modal. 

Saat ini cara yang paling tepat adalah dengan koperasi. Bangun kekuatan industri penyiaran bermodel koperasi, sehingga setiap anggota koperasi memiliki bagian kepemilikan dari aset produksi. Tidak seperti saat ini, di mana rakyat hanya mampu menjadi karyawan menjual tenaga dan mendapatkan upah darinya sementara pemodal memiliki seluruh aset produksi. Tanpa adanya hal ini maka informasi yang kita dapatkan dari media akan sulit netral. Berita hanya dikendalikan oleh pemodal besar. Padahal berita memiliki pengaruh sangat kuat dalam pembentukan opini. Inilah yang menjadi masalah sekarang, karena satu-satunya orang yang tak akan pernah mendapatkan pemberitaan negatif adalah pemilik media massa itu sendiri.

OPINI PUBLIK DAN DEMOKRASI
Selain itu dalam pemilu yang paling penting adalah opini publik. Mari berpikir sederhana, apakah kita pernah bertemu dengan Prabowo secara langsung, berinteraksi dengannya, mengenal pribadinya secara utuh? Mungkin hanya sebagian kecil orang yang bisa, namun ratusan juta masyarakat Indonesia lainnya bahkan sama sekali tak pernah melihat seperti apa sosok Prabowo sesungguhnya. Hal yang sama berlaku bagi Wiranto, Abu Rizal Bakrie, Rhoma Irama, Megawati dan calon presiden lainnya. Lalu, bagaimana kita bisa dan rela memilihnya menjadi presiden? Kenapa kita bisa merelakan nasib kita 5 tahun ke depan di tangan orang yang sama sekali belum kita kenal bahkan sama sekali belum pernah kita lihat secara langsung?

Penilaian kita terhadap mereka didasarkan atas informasi yang kita dapatkan dari berbagai sumber. Apakah kita bisa mengecek kebenaran semua informasi itu? tentu tidak karena untuk mengecek kebenaran kita harus bertemu langsung dengan para calon presiden, dan berteman selama beberapa waktu sehingga kita bisa menilai kebenaran informasi mengenai kepribadiannya, semangatnya berjuang dan lainnya. Ketika kita mendapatkan informasi yang tak bisa kita tahu kebenarannya, maka informasi itu adalah opini, pendapat, kabar burung. Artinya opini publik adalah informasi yang dipercayai publik namun publik belum membuktikannya secara langsung. Tak salah lagi, demokrasi kita dalam pemilu di dasarkan pada ketidak tahuan kita. Kita hanya mendasarkan penilaian pada opini yang berkembang.
Alat apakah yang dapat mempengaruhi opini publik dalam cakupan yang luas dan terus menerus? Alat itu adalah media massa. Artinya, siapa yang menguasai media, dialah yang paling menentukan arah demokrasi kita.

Karena yang paling penting dari demokrasi adalah opini, maka tidak ada yang lebih penting dalam politik demokrasi dari pembangunan opini publik. Hal inilah yang memunculkan perang opini.

PERANG OPINI, USAHA MEREBUT KEBENARAN SEMU
Apa yang anda pikir benar, belum tentu benar. Apakah Rafi Ahmad menggunakan narkoba? Ada yang berpikir iya, dan ada juga yang tidak. Sebenarnya dalam hidup kita, kita banyak mempercayai informasi yang kita tidak tahu kebenarannya. Menjadikan opini kita diyakini kebenarannya oleh publik, adalah tujuan utama perang opini.

Dalam perang opini terdapat 2 tujuan, yaitu membuat diri terlihat paling bagus dan membuat orang lain menjadi lebih jelek dari kita. Dalam politik biasa dikatakan kampanye positif dan negatif. Kampanye positif hanya dilakukan oleh orang yang yakin akan kemampuannya baik dari segi dukungan dan finansial. Misal ada tagline, Prabowow adalah calon terbaik. Lalu ada lagi sebuah tagline Wirantow adalah calon terbaik. Tidak mungkin ada 2 orang yang mendapat predikat terbaik, hanya ada satu yang terbaik. Karena itu dimulailah perang opini. Jika Prabowow yakin akan kemampuannya, maka ia tinggal mengkampanyekan berbagai kebaikan yang ia miliki. Dengan membuat diri kita lebih tinggi maka otomatis membuat lawan menjadi lebih rendah. Bisa juga dilakukan sebaliknya. Karena Prabowow tidak yakin dengan kemampuannya maka ia merasa merasa perlu menjatuhkan Wirantow. Artinya kampanye negatif hanya digunakan oleh mereka yang tak yakin bahwa dirinya lebih baik dari lawan. Namun seringkali kedua strategi ini digunakan bersamaan walaupun tentu dengan cara penggunaan yang berbeda.

Kampanye positif dilakukan teranga-terangan, kampanye negatif dilakukan sembunyi-sembunyi dan biasanya menggunakan tangan pihak ketiga. Dalam segi taktis terdapat sangat banyak strategi yang dapat dilakukan untuk menjatuhkan pihak lain, namun saya tak akan membahas ranah tersebut secara detail. Yang pasti, perang opini negatif adalah sebuah pembunuhan karakter dengan menggunakan tanda yang menghasilkan makna negatif. Ada tiga tanda yang selalu menghasilkan makna negatif yaitu pertama, perempuan muda, cantik dan panas; kedua, rumah mewah dan rekening besar; ketiga, sikap defensif.

Tanda “perempuan panas” hampir pasti selalu digunakan dalam pembunuhan karakter. Mengapa, karena walaupun masyarakat Indonesia suka dengan hal berbau seks namun tetap menjunjung tinggi etika baik dalam berhubungan seks. Maksudnya, seks yang baik hanya ada dalam pernikahan. Seks diluar itu adalah dosa besar. lalu, bagaimana membuat masyarakat Indonesia berfikir bahwa si A telah melakukan dosa besar? Caranya sangat mudah walaupun tetap membutuhkan peran sentral media massa, yaitu dengan menghubungkan si A dengan “perempuan panas”. Hal ini bisa dalam hubungan langsung, artinya si A benar-benar mengenal “perempuan panas” tersebut atau secara tidak langsung, yaitu si A hanya mengenal si B dan si B adalah pihak yang berhubungan dengan “perempuan panas”. Di sini berlaku hukum, kalau berteman dengan penjual parfum kita akan ikut menjadi wangi sedangkan bila berteman dengan pandai besi maka kita akan kena apinya.

Tak perlu sebuah video mesum yang berisi adegan si A sedang bersama “perempuan panas”, cukup katakan saja si A memiliki hubungan dengan “perempuan panas” . Jangan katakan jenis hubungannya, misal hubungan bisnis atau teman, cukup katakan bahwa mereka memiliki hubungan dan kemudian biarkan imajinasi rakyat Indonesia berpetualang dengan sendirinya. Itulah teknik dasar dalam pembunuhan karakter, apakah anda familiar dengan strategi itu? saat ini kita melihat hal itu dalam televisi

BUNUH PKS DENGAN “PEREMPUAN PANAS” DAN “HOTEL”
Sebelumnya perlu saya jelaskan bahwa yang dimaksud “perempuan panas” bukan berarti bahwa mereka pelacur. Tidak sama sekali, namun kebanyakan mereka memiliki riwayat tertentu seperti pernah berfoto seksi di majalah, atau berjoget seksi di panggung dan memiliki image “perempuan panas”. Dalam hal ini kita lihat ada praktek penggunaan tanda pada Ayu Azhari dan Vitalia Sesha. Ayu pernah berfoto seksi pada masa lalu, kemudian Vitalia adalah model seksi. Walaupun hubungan AF dengan Ayu hanyalah perjanjian bisnis, namun hal itu tetap terlihat sebagai sebuah kesalahan. Ini juga sebenarnya pembunuhan karakter bagi Ayu, namun di sini Ayu hanya collateral damage atau korban sampingan. Coba bayangkan bila AF ada hubungan bisnis dengan Ustadzah Mama Dede. Misal AF membayar uang muka kepada Mama Dede untuk mengisi sebuah acara tabligh akbar, pasti image yang muncul akan sangat berbeda. Karena mama Dede tidak memiliki riwayat yang sama dengan Vitalia atau Ayu.

Jika kita pikir lebih mendalam, apa salahnya menerima bayaran untuk sebuah perjanjian bisnis? Inikah bukan sesuatu yang salah. Justru menjadi salah bila, AF tidak membayar uang muka kepada Ayu dalam perjanjian bisnis. Namun yang menjadi masalah adalah image “perempuan panas” yang melekat pada Ayu. Sekali saja kita membuang image itu, maka transaksi Ayu dengan AF sama sekali bukan masalah. Hal yang sama berlaku bagi Vitalia dan semua perempuan yang dikait-kaitkan dalam kasus ini walau hanya sebagai saksi.

Kemudian ada satu kata lagi yag memiliki makna negatif yaitu hotel. Hotel sebenarnya tempat yang baik untuk menginap ketika kita sedang diluar kota. Ini hal yang sangat lumrah. Jutaan keluarga selalu menginap di hotel dan tak masalah. Masalahnya, hotel seringkali digunakan sebagai tempat untuk maksiat. Dan image yang terbangun tentang hotel pun adalah image negatif. Image ini bisa dinetralkan bila ada kehadiran tanda keluarga di dalamnya. Jika saja dalam pertemuan di hotel antara LHI, AF, menteri Pertanian ada tanda keluarga, misal LHI membawa istrinya maka image negatif tentang LHI berada di Hotel sendirian pun akan hilang dan efeknya akan mengurangi efek negatif yang timbul dalam pertemuan tersebut.

Kombinasi tanda “perempuan panas dan hotel” ini juga pernah digunakan sebelumnya pada kasus Antasari. Point saya adalah, kita harus berhati-hati dalam menilai sebuah kasus bila didalamnya terkait dengan “perempuan panas” dan lihat kaitan sebenarnya/hubungan sebenarnya antara si A dengan perempuan tersebut. Karena tak ada cara yang lebih efektif dalam membunuh karakter laki-laki selain dengan senjata “perempuan panas”

KESIMPULAN
Demokrasi adalah pendistribusian hak kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam segala hal yang dianggap mempengaruhi kehidupannya. Demokrasi harus terjadi di segala bidang terutama ekonomi. Modal jangan sampai dikuasai oleh segelintir orang karena dapat menimbulkan damage besar pada demokrasi politik, terutama gelombang channel televisi harus kembali ke tangan publik sehingga dapat tercipta sebuah industri penyiaran yang netral dari pengaruh modal. Dan opini yang terbangun dapat dirasakan lebih netral.

Opini adalah sebuah rangkaian kalimat dan kalimat tersusun dari berbagai tanda, maka perang opini sebenarnya adalah permainan tanda belaka. Permainan tanda inilah yang menentukan kehidupan demokrasi kita ke depan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar