KOMPAS, SELASA 16 OKTOBER 2012
PESONA
NUSANTARA
Air panas alami guci, sebagai daerah wisata
di lereng Gunung Slamet, Jawa Tengah, terletak pada ketinggian sekitar 1500 meter di atas permukaan laut.
Selama ini, wisatawan yang berkunjung ke Gucitertarik pada dua hal, yakni air
panas alami serta suasana alamnya yang sejuk dengan udara dingin.
Kawasan
wisata seluas 125 hektar ini, yang lokasinya mirip sendok, berada di sebuah
jalan buntu di kampung Guci, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal atau sekitar
47 kilometer dari kota Tegal. Obyek wisata ini memiliki air terjun dan sumber
mata air panas yang mengalir deras di beberapa anak sungai.
“Ibarat
hikayat surga selalu mengalir sungai di bawahnya. Rasanya Guci ini seperti
secuil surga yang terlempar ke bumi,” kata ny Ikmah, warga Tegal yang selalu
menyempatkan berwisata ke Guci setiap Idul Fitri.
Air
beberapa sungai dan anak sungai di Guci memang jernih. Sebuah keistimewaan,
airnya panas alami. Kondisi ini jadi andalan. Lazimnya air panas bumi
mengandung belerang. Namun, air panas di guci justru bersih. Air panas itu
terasa kontras dipadukan denga suhu rata-rata udara di kawasan itu yang selalu
kurang dari 20 derajat celcius.
Air
panas itu mengalir dari sumber air, antara lainyang dinamai Jedor, Sigedong,
Pengantian, Kembar, Capit Urang, Sengang, Konyal, Kesepuhan, Pengasihan, dan
Teyeng. Sumber air atau tuk itu
terpelihara sehingga meski kemarau, airnya masih mengalir jernih.
Dari
sejumlah lokasi pemandian air panas, terdapat lokasi favorit wisatawan, yaitu
kolam alami pancuran 13, pancuran 7, dan pancuran 5. Lokasi ketiga pancuran ini
berdekatan di bawah air terjun Sigedong dan Kembar.
“Keluarga
kami lebih suka mandi di pancuran yang alamnya terbuka. Anak-anak paling suka
mandi seolah di sungai, airnya mengalir deras. Mereka puas bermain air tanpa
takut kedinginan,” ujar Kuncoro, warga Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, yang
beberapa saat lalu ditemui tengah berwisata bersama keluarga di guci.
Walau
dini hari, Kuncoro tak ragu mengajak dua anaknya, Hanif dan Nurul, mandi di
kolam pancuran 13. Banyak wisatawan lain juga melakukan hal yang sama. Jarak
kolam pancuran dengan hotel tempat wisatawan menginap itu hanya sekitar 500
meter. Seiring kabut turun, air panas di kolam itu langsung menghangatkan
badan.
Wisatawan
yang ingin privasi dapat mandi di pemandian kamar tertutup, dengan membayar
Rp.5.000 untyuk durasi 30 menit. ”Pengunjung yang mandi di kamar tertutup
diseleksi. Mereka yang menderita asma dan sakit jantung dilarang,” jelas Karno,
pegawai di kompleks wisata Guci.
Berkah
dari Kendi Sunan
Air
panas di Guci memberikan berkah bagi warga sekitar dan juga pemerintah
Kabupaten Tegal. Dalam setahun, obyek wisata ini memberikan pendapatan daerah
sekitar Rp 2 milliar. Hasil ini dari kunjungan sekiatr 22.000 wisatawan per
bulan.
Seiring
dengan wisata Guci yang ramai, tentu juga mendorong ekonomi warga setempat.
Misalnya, usaha Ny Ika dengan mengelola pondok wisata, rumah yang disewakan
setelah mendapatkan izin usaha dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Guci,
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal. Pondokan disewakan Rp.400.000
per malam. Pada akhir pekan, tarif pondok itu naik 30 persen.
Air
panas di Guci diyakini wisatawan amat baik untuk terapi menghilangkan nyeri
atau penyakit kulit. “Dari cerita turun-menurun, khasiat air panas guci ini
tiada lain berkah dari doa Sunan Gunungjati,” kata Zaenal, warga setempat.
Lokasi
ini semula bernama Kampung Keputihan atau tempat belum terjamah. Suatu ketika,
di kampung ini terjadi paceklik, bencana. Berbagai penyakit menyerang warganya.
Tanaman pun diserbu hama. Datanglah Syekh Elang Sutajaya, utusan Sunan
Gunungjati, Cirebon, Jawa Barat.
Syekh
Elang tiba di Keputihan sambil membawa air yang sudah didoai oleh Sunan
Gunungjati dalam gentong kecil (guci). Alhasil, bencana itu berlalu. Warga pun
memohon agar Sunan Gunungjati memberi doa sehingga air panas yang mengalir di
sungai kampung bisa sebagai obat penyembuh penyakit. Sejak saat itu, Kampung
Keputihan berganti nama menjadi Kampung Guci.
Guci
peninggalan Syekh Elang kini di Museum Nasional, Jakarta. Guci itu dipindah
penyimpanannya semasa pemerintahan bupati Brebes Raden Cakraningrat.
Jalanan
satu arah
Untuk
mencapai kawasan pemandian air panas alami Guci, wisatawan bisa memakai bus
umum dari Semarang atau Cirebon, dan turun di Kota Tegal. Dari Tegal lalu naik
angkutan minibus menuju Desa Tuwel, dengan perjalanan sekitar satu jam. Dari
Desa Tuwel lalu naik ojek atau angkutan bak terbuka menuju Guci. Tarif sewa
ojek dari Tuwel ke Guci Rp.30.000 per orang. Biaya sewa mobil bak terbuka
Rp.10.000 per orang.
Untuk
wisatawan yang mengendarai sepeda motor atau mobil pribadi, tentu saja lebih
mudah. Lokasi wisata ini bisa diakses dari Kota Tegal, Purwokerto atau
Purbalingga di Jawa Tengah.
Namun,
Kepala UPTD Guci, Sutanto Karno, mengakui, sarana jalan masih jadi kendalauntuk
pengembangan obyek wisata itu. Selama ini, jalan bagi wisatawan yang akan masuk
ataupun keluar dari Guci masih satu jalur.
Pemkab
Tegal akan membuat jalan lingkar, yang memisahkan arus lalu lintas masuk ke
Guci dengan yang akan meninggalkan obyek wisata itu. Bila jalan lingkar itu
terwujud, tentu kenyamanan ini akan mendongkrak jumlah pengunjung ke pemandian
air panas alami guci.
Walaupun
demikian, pengelolaan wisata air panas alami Guci tetap terus mengembangkan
fasilitas rekreasi di kawasan itu sehingga wisatawan tak melulu hanya menikmati
air panas. Dengan penambahan fasilitas itu, diharapkan wisatawan bisa lebih
lama tinggal di Guci.
Fasilitas
wisata yang banyak diminati anak-anak adalah naik kuda. Kini, ada 43 ekor kuda
terlatih yang siap mengantar wisatawan menikmati lingkungan Guci. Supaya
kegiatan naik kuda tidak mengganggu wisatawan lain, dibangun pula rute kuda.
Tarif naik kuda untuk jarak dekat Rp.10.000 per orang. Untuk jarak jauh,
berkeliling di kawasan Guci sekitar Rp.50.000.
Dengan
beragam tambahan fasilitas, Guci diharapkan benar-benar seperti secuil surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar