Kamis, 15 November 2012

UNTUK APA KITA WAJIB BELAJAR 12 TAHUN?


            Pemerintah mewajibkan kita untuk belajar dari SD-SMP-SMA. Pemerintah juga menganggarkan dana sangat besar untuk mewujudkan “kewajiban” kita belajar. Walaupun kita tetap harus membayar berbagai iuran lainnya untuk berbagai alasan yang entah penting atau tidak. Dari mulai iuran seragam, buku, gedung,ekstrakurikuler hingga iuran perjalanan wisata. Semua dibayarkan oleh kedua orang tua dengan penuh kerelaan hati walau harus berutang kanan-kiri dengan harapan kita akan menjadi  manusia yang berhasil dan membanggakan. Beribu terima kasih kita haturkan pada jasa kedua orang tua. Namun, kemudian ternyata setelah lulus SMA harapan orang tua justru tak terwujud. Saat ini untuk mendapatkan pekerjaan bagus minimal harus memegang ijazah D3. Kemudian untuk membuka usaha sendiri kita juga tak mampu, bukan karena kita tidak memiliki kemampuan untuk itu, namun karena kita memang tidak diajarkan untuk menjadi manusia mandiri. Lalu apa gunanya kita belajar selama 12 tahun menuntut ilmu dari pagi hingga siang yang kemudian dilanjtkan dengan berbagai kegiatan ekstrakurikuler?

            Belajar memang kewajiban semua umat manusia. Ilmu yang membuat manusia maju dan bahagia. Menusia menjadi bahagia karena semua kesulitan dalam hidup bisa terpecahkan dengan ilmu. Semua masalah kehidupan dapat ditemukan solusinya dengan ilmu. Bukankah itu tujuan utama kita dalam belajar, yaitu memperoleh kebahagiaan tertinggi dalam kehidupan. Namun, apakah kebahagiaan yang kita kejar semenjak dini kita belajar? Tentu saja. Masih ingatkah kita ketika kecil kita ditanya ingin menjadi apa, lalu kita menjawab ingin menjadi sesuatu. Karena kita berpikir dengan menjadi sesuatu kita akan mendapatkan kebahagiaan.

            Sewaktu kecil saya ingin menjadi Power Ranger karena menurutku mereka sangat kuat dan aku merasa akan bahagia bila memiliki kekuatan seperti mereka, bisa melawan monster dan pamer pada teman. Namun kemudian berubah lagi, aku ingin menjadi dokter karena berpikir mengobati teman-teman yang sakit supaya bisa bermain bersama lagi adalah sesuatu yang menyenangkan. Itulah kebahagiaan yang ingin kucapai ketika kecil. Menjelang dewasa semua mulai berubah. Cita-cita konyol dahulu telah berganti, bahkan saat menjadi dewasa dan mengerti kerasnya hidup aku hanya memiliki satu keinginan yaitu mendapatkan pekerjaan. Semua keindahan masa kecil telah sirna, berganti dengan keinginan untuk bertahan hidup. Untuk mendapatkan pekerjaan aku melamar kesana-kemari, tak perduli walaupun yang kulamar bukanlah bidang yang telah kupelajari selama 5 tahun kuliah. Bila ditotal maka aku telah belajar selama 17tahun dan semuanya hanya menghasilkan ijazah.

SD-SMP-SMA memakan waktu 12 tahun dan kuliah 5 tahun. Sebuah waktu yang sangat lama dalam belajar. Lalu apa yang kita dapatkan? Bahkan kita sama sekali tidak mampu menjawab sebuah pertanyaan sederhana seperti” untuk apa kita hidup?” walaupun telah 17 tahun belajar. Bayangkan saja, untuk belajar intensif tentang bahasa inggris saja kita hanya butuh waktu untuk belajar selama 1 tahun dan kita telah mampu menguasai bahasa Inggris. Kemudian untuk berbagai macam ketrampilan lain seperti menjahit, memperbaiki mesin, membangun rumah, memasak secara intensif tak membuttuhkan waktu yang  lama. Sederhananya, semua kemampuan dasar yang dibutuhkan untuk dapat bertahan hidup sebenarnya bisa dipelajari dalam waktu yang singkat. Termasuk untuk berdagang, tak sedikit manusia yang hanya bekerja menjadi pelayan pedagang dan akhirnya mendapatkan kemampuan berdagang. Bayangkan bila 17 tahun yang kita habiskan itu kita pergunakan untuk mempelajari hal yang memang kita sukai dan bermanfaat, tentu masa depan kita akan berbeda, masa depanku berbeda.

Setelah 17 tahun belajar, akhirnya aku hanya mencari lowongan seadannya, apapun itu yang penting menghasilkan rupiah. Aku bukan satu-satunya yang bernasib seperti ini, ada jutaan pemuda Indonesia lainnya yang bernasib sama. Lihat saja Job Fair yang selalu dipenuhi manusia-manusia muda dan “terpelajar”. Aku hanyalah satu diantara jutaan lainnya.

            Apakah itu semua salahku yang tidak belajar dengan baik? Coba lihatlah sekitar, berapa banyak mahasiswa yang memiliki indeks prestasi tinggi justru berakhir menjadi pengangguran. Ini bukanlah kesalahan individu, namun sebuah fenomena yang terjadi dalam kehidupan nyata. Walaupun akhirnya aku berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah bank namun hal tersebut tetaplah mengecewakan karena bekerja bukan pada bidang dan minatku.

            Tidak hanya aku yang bekerja bukan pada bidangnya, ada banyak orang lain yang melakukan hal sama. Di kantorku saja terdapat lulusan ilmu fisika, pertanian, sastra inggris. Bekerja bukan pada bidang perbankan membuat diriku merasa sia-sia telah membuang 5 tahun belajar ilmu komunikasi. Akhirnya setelah satu tahun bekerja kuputuskan keluar dan melanjutkan S2 untuk menjadi dosen dan penulis. Daripada menghabiskan waktu melakukan hal yang tidak disukai lebih baik pergunakan waktu sebaik mungkin untuk mengejar cita-cita. Pencerahan ini baru kudapatkan setelah hidup selama 25 tahun dan selama 1 tahun terlepas dari dunia pendidikan.

Akhirnya aku menemukan tujuan  hidupku. Hal ini seharusnya lebih awal kusadari. Seandainya pendidikan kita berbasis pada penemuan minat, bakat dan pembangunan karakter sebagai manusia Indonesia seutuhnya yang mandiri dan merdeka serta berani maka kita, seluruh pemuda akan menjadi 180 derajat berbeda dari keadaan sekarang. Mari bersama-sam kita wujudkan mimpi itu demi anak cucu kita nanti.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar